Saat jurang perbedaan begitu
dalam,
aku dengan segala kesombonganku
mengatasnamakan Tuhan membuat suatu
kesimpulan bahwa Dia membuat jembatan... bernama cinta...
celakanya, cinta kadang tak tahu
alamat, dia datang bukan hanya sebatas pertemanan, persahabatan...
dia menjelma, merasuk, dicampur
egoisme sang empunya...
4 tahun sudah, jembatan itu
dibangun dari masing- masing sisinya, walau kedua sisi tahu tak akan pernah
menemui titik temu, jurangnya begitu dalam, amat dalam, bahkan mungkin ikan laut dalam,
sang perenang ulung sekalipun akan terhentak oleh dalamnya jurang itu...
Bagaimana mungkin, yang satu guru
agama,
Satunya tertutup kain penanda
takwa sekaligus anak dari guru agama...
Arah ibadah kami berbeda...
satunya sabat, satunya kiblat..
Cinta, memang benar sudah salah
alamat...
Kalau kau jago matematika,
Coba jelaskan, dengan persamaan
apakah keduanya berhasil menyebrang? Aku mau pelajari
Banyak pihak memprediksi hubungan
ini akan hanya seumur jagung, namun nyatanya berhasil melampaui hubungan relationship
goals yang pasangan lainnya tampakkan..
nyatanya hubungan mereka kandas... kami melalui 3 kali lebaran dan 3 kali natal
Kawanku mengatakan “ah, aku ga mau lah sama si X,
kayanya ga satu frekuensi”
aku menjawab, “ada wanita yang
mati-matian kupertahankan, kuperjuangkan, karena betul katamu, dia sudah satu
frekuensi denganku, namun ada sisi menyisi yang berbeda, frekuensinya sudah
sangat sama, eh, ironisnya perbedaannya begitu nyata”
Sehari sebelumnya, tanggal 11 Juni 2018
Dia pulang ke rumahnya, aku kekeuh
menemuinya terlebih dahulu atas nama takut kangen,
maka 9 Juni 2018 kupaksakan
diriku pergi ke Bandung menemuinya..
Diam-diam aku menyimpan
ketakutan: Bagaimana kalau lebaran ini tak seperti lebaran tahun sebelumnya,
bagaimana kalau memang orang tuanya menuntut ini dan itu, bagaimana kalau
kakaknya semata wayang memberinya wejangan, bagaimana kalau aku salah bahasa dalam percakapan,
sewaktu-waktu dia berlalu...
19 Januari 2020
Sepertinya....
Ketakutanku jadi nyata...